Kemarin dunia dihebohkan dengan berita yaitu hilangnya sebagian lapisan es Greenland yang disebabkan oleh pemanasan global.
Kali ini muncul sebuah pernyataan dari sekelompok peneliti di Inggris yang mengatakan bahwa bumi sudah kehilangan sekitar 28 triliun ton es selama 23 tahun teakhir.
Dampak dari hal ini, kenaikan air laut bisa mencapai 1 meter di akhir abad ini. Itu berarti akan ada 1 juta orang di dunia yang kehilangan tempat tinggal karena tenggelam oleh air laut.
Selain itu, bumi pun akan kehilangan kemampuannya untuk memantulkan kmbali radiasi sinar matahari ke luar angkasa sehingga bumi pun bisa menjadi semakin panas.
Hal ini pun membuat para peneliti terkejut karena mereka selama ini hanya meneliti Antartika dan Greenland sebelum akhirnya menyadari betapa banyaknya lapisan es yang hilang.
Pihak peneliti tersebut pun mengatakan bahwa ini adalah dampak perubahan iklim yang tak terhindarkan.
Sebelumnya, pihak peneliti dari Ohio State Uniersity menemukan bahwa lapisan es di Greenland sudah hancur dan tidak bisa diperbaiki lagi.
Tentunya ini adalah masalah serius karena Greenland adalah tempat yang memiliki lapisan es terbesar kedua di dunia.
Selain itu, NASA mengatakan bahwa tahun 2010-2019 sebagai dekade dimana bumi mencapai suhu terpanasnya.
Sumber vberg reposts||| Alm. Ottys O Kambue dan Pdt.Dr.Siegfried Zollner
Oleh : Pdt.Dr.Siegfried Zollner
Saya tidak ingat lagi, kapan saya bertemu pertama kali dengan saudara Ottis Kambue?
Dalam arsip saya, ada sepucuk surat yang saya tulis dan kirimkan kepada Ottis di bulan Agustus tahun 1999. Waktu itu Ottis sudah kuliah di STIE Otto Geisler (Sekarang: Universitas Ottow Geissler). Mungkin di tahun 1998 atau 1997 saya bertemu Ottis untuk pertama kalinya.
Pada waktu itu saya berkunjung ke Papua dalam rangka perjalanan dinas
untuk bertemu para penerima beasiswa dari United Evangelical Mission (UEM) Jerman di Indonesia.
Pada satu hari di Jayapura, saya mengemudi mobil saya ke Kotaraja untuk berkunjung ke keluarga pendeta Abraham Abisay yang menjadi Ketua Asrama STIE OG waktu itu. Saya sudah lama berkenalan dengan beliau sejak dia menjadi vikaris di Polimo (Kurima) dan di Angguruk. Sewaktu beliau bertugas selama empat tahun di Jerman, kami selalu bertemu.
Waktu saya bertamu di rumah keluarga Abisay, muncul-lah seorang pemuda yang memperkenalkan dirinya: ”Saya seorang Angguruk. Nama saya Ottis Kambue, saya baru masuk Asrama STIE OG”. Pendeta Abisay terkejut: ”Engkau betul dari Angguruk? Saya pikir nama Kambue berasal dari Sorong! Saya harus memberikan kamar lebih dekat dengan anak-anak gunung!” katanya. ”Betul, saya sudah mengenal Bapak Pendeta waktu Bapak vikaris di Angguruk!” kata Ottis. ”Saya membantu Bapak di Sekolah Minggu Angguruk!” Sejak itu hubungan saya dengan Ottis tidak lagi putus.
Ottis menceritakan kepada saya bahwa dia lahir dan dibesarkan di kampung Piniyi sebagai anak dari Simeon Kambue. Simeon kemudian dipanggil untuk menjadi penginjil di daerah Kosarek, dan keluarganya, termasuk Ottis berpindah ke Kosarek. Bapaknya Simeon menguasai dua bahasa, yaitu bahasa Yali dan bahasa Mek, karena itu beliau sangat cocok untuk melayani di Kosarek. Tetapi karena harus bersekolah, Ottis terpaksa pindah kembali ke Angguruk dan tinggal beberapa tahun lamanya disana.
Memang Ottis menerima beasiswa dari Schwelm. Setelah Ottis dan saya berkenalan di asrama STIE OG, setiap kali saya ke Papua, kami mencari kesempatan untuk bertemu. Saya teringat sekali bahwa satu kali kami bertemu dengan semua penerima beasiswa dari Schwelm ke Depapre, Jayapura dan mengadakan ibadah. Dalam ibadah waktu itu, Ottis bermain gitar.
Di tahun 2004, kami kembali bertemu di Wamena. Kali ini berbeda dengan beberapa tahun sebelumnya, dimana Ottis sedang berkampanye sebagai calon anggota (Caleg) DPR untuk Kabupaten Yahukimo. Dia menjadi calon dari Partai PIB, dan akhirnya dia terpilih. Terutama masyarakat Kosarek yang memilih dia, karena mereka mempercayai dia sebagai anak daerah yang akan memperjuangkan masa depan mereka.
Pada satu hari, Ottis mengundang saya berjalan sekeliling Wamena. ”Mari Bapak, saya ingin menunjuk sesuatu kepada Bapak!” Kami pergi dengan mobil ke arah barat, dan kami melewati markas Batalyon yang baru didirikan di Wamena. ”Bapak, baca tulisan yang tertulis disitu!” kata Ottis. Saya membaca tulisan di depan markas ”WIM ANE SILI” (Tempat jeritan perang). Setiap orang Dani yang lewat di situ, pasti merasa takut melihat tulisan dan tempat ini.
Di tahun 2006, Ottis pergi ke Jerman. Biaya perjalanan ditanggungmya sendiri, dan bersama dengan satu anggota dewan lain. Mereka juga membiayai perjalanan Natan Pahabol, koordinator Beasiswa Schwelm. Setelah kembali dari Jerman, Ottis menulis dan mempersiapkan satu majalah kecil dengan kesan-kesan perjalanan dan menyebarkannya di klasis-klasis mitra Schwelm di Papua. Barangkali majalah ini boleh disebut sebagai ”Majalah Kemitraan Pertama”.
Sebagai anggota dewan, Ottis memperjuangkan satu kabupaten baru, yaitu YALIMEK. Ottis menyadari bahwa dengan pembentukan Kabupaten Yahukimo pada 2004, beberapa daerah di daerah sebelah timur dari Wamena sangat dirugikan.
Pusat pemerintahan untuk Kurima, Angguruk, Kosarek dan beberapa daerah lain di sebelah utara pegunungan yang tadinya di Wamena dipindahkan ke kota Dekai (Yahukimo) yang jauh ke selatan. Pegawai-pegawai pemerintah yang dulu bisa dengan cepat datang ke Wamena untuk urusan dinas, sekarang harus berjalan kaki ke Wamena baru memakai pesawat. Sering juga mereka memakai pesawat ke Jayapura dan dari Jayapura ke Dekai.
Pemekaran bukan menjadi solusi mempercepat pembangunan, tetapi malah menjadi penghalang pembangunan dan kesejahteraan masyarakat! Sangat masuk akal bahwa penduduk di daerah-daerah pemekaran seperti Angguruk dan Kosarek tidak puas, karena itu menuntut agar daerah mereka menjadi kabupatan sendiri (Dimekarkan). Saya bisa mengerti Ottis dan teman-teman yang memperjuangkan pemekaran lagi.
Sebenarnya, pemekaran di Papua dari 2004 sampai dengan 2014 merupakan satu kerugian besar untuk perkembangan di Papua, khususnya untuk daerah-daerah pedalaman. Sistem dan sarana pendidikan hancur, pelayanan kesehatan hancur, birokrasi berkembang seperti penyakit kanker dan menelan dana dan sumber daya manusia yang sangat dibutuhkan untuk perkembangan di banyak tempat lain. Generasi muda di tahun 2004-2014, terutama anak sekolah adalah generasi terhilang, atau ”a lost generation.”
Pasti Ottis menyadari bahwa pemekaran bukanlah solusi untuk kesejahteraan masyarakat, tetapi ia tetap berjuang. Ia tidak berhasil. Karena akhirnya Pemerintah di Jakarta menyadari bahwa dengan pemekaran, mereka tidak berhasil mencapai kemajuaan di Papua melainkan membuka jalan untuk melakukan berbagai cara agar bisa korupsi.
Beberapa tahun lamanya, saya tidak bertemu lagi dengan Ottis. Dua tahun lalu, saya berdiri di depan MAF Sentani dengan beberapa teman. Tiba-tiba satu orang beri salam kepada saya dan berkata: ”Bapak tidak lagi kenal saya? Saya Ottis!” Kami berpelukan. Betul, Ottis tidak lagi seperti siswa 20 tahun lalu yang saya jumpai di Asrama STIE OG. Badannya sekarang bertambah besar, rambutnya afrilook. Tidak lagi naik gunung dan turun lembah, mungkin hanya naik mobil saja. Tidak lagi makan betatas dan sayur asli, melainkan makanan di restauran atau di pinggir jalan di kota. Akibatnya tidak sehat. Tekanan darah tinggi dan berbagai gangguan kesehatan lain.
Saya sangat sedih dan berdukacita, waktu membaca berita duka atas meninggalnya Ottis Kambue. Satu anak-ku yang terkasih pergi dipanggil Tuhan. Tuhan, KehendakMu Terjadilah.
Kecamatan ubahak Kabupaten Yahukimo Tinggal menunggu waktu, Anggruk yang disebelah timur berbatasan dengan Pegunungan Bintang, disebelah barat berbatasan dengan Jayawijaya dan Yalimo, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Yahukimo dan Utara berbatasan langsung dengan Kabupaten Jayapura dan Keerom akan dimekarkan menjadi daerah otonomo baru yaitu Kabupaten Yalimek. Sejak dibuka, tahun 1961 oleh gereja GKI dan seterusnya dilanjutkan oleh GJPI maupun GIDI, tidak terasa keberadaan Anggruk sudah mencapai 59 tahun sejak kembalinya Papua ke pangkuan ibu pertiwi. “ Dari segi aspek pelayanan gereja, Anggruk boleh dikatakan dewasa dibandingkan Kabupaten lain di pegunungan Papua, namun dari aspek pelayanan pemerintah khususnya kepada masyarakat Anggruk sangat lamban dan jauh tertinggal. Padahal jika mereview sejarah orang lebih mengenal Anggruk di bandingkan Kabupaten Yahukimo,” ungkap Ketua team pembentukan Kabupaten Yalimek, Ottis Kambue, di Jayapura pecan kemarin( 16/08). Dia melihat, aspirasi pembentukan Kabupaten Yalimek guna mengejar ketertinggalan dalam berbagai aspek terutama kesejahteraan sosial. Dengan membuka isolasi daerah hal ini bertujuan guna memperpendek pelayanan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama menselaraskan Tujuan Pembangunan Nasional yaitu mensejahterakan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan pancasila. Tidak dapat dipungkiri, wilayah Anggruk yang keberadaannya jauh lebih dikenal dibandingkan Kabupaten induk ( Yahukimo) seringkali merasa dianaktirikan terutama dalam aspek pembangunan. Berdasarkan pimikiran tersebut, maka Animo masyarakat di Wilayah Angguruk yang dipercayakan kepada Team Pembentukan Kabupaten Yalimek yang membawahi 16 distrik dari 170 kampung untuk secepatnya dilakukan pemekaran Kabupaten Yalimek. Tentunya, dengan pertimbangan luas wilayah dan jumlah penduduk yang sangat besar, hal tersebut sangat positif karena selain memperkecil ruang lingkup pelayanan sehingga kedepan dapat membawa perubahan. “ Pembentukan Kabupaten Yalimek sebenarnya telah diakomodir melalui DPRD, namun saya tidak dapat menafikan kalau aspirasi pembentukan Kabupaten Yalimek terkesan dihalang halangi oleh Bupati selaku kepala daerah kabupaten Yahukimo Ones Pahabol, namun kami tidak kehilangan akal bahwa aspirasi ini harus sesegera mungkin dibawa ke jenjang yang lebih tinggi yaitu melalui Provinsi dan selanjutnya diteruskan ke Jakarta,” kata Ottis yang juga Anggota DPRD Kabupaten Yahukimo.Ronald Kabak Menyatakan, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 78 tahun 2007 telah mengisyaratkan bahwa apa yang selama ini diperjuangkan team 80 persen telah rampung baik meliputi kelengkapan adminstrasi, kajian maupun syarat lain sehingga dalam waktu dekat melalui DPR-RI aspirasi pembentukan Kabupaten Yalimek akan ditetapkan menjadi sebuah Rancangan undang undang (RUU). Oleh karena itu, bertepatan dalam rangka memperingati HUT Jubiliem yang ke 50 tanggal 19 mei 2010, pihaknya akan memberikan hadiah kepada masyarakat bahwasannya apa yang selama ini diperjuangkan team hampir final dengan dikeluarkan RUU pembentukan Kabupaten Yalimek oleh DPR-RI. Dijelaskan, wilayah anggruk dari kuni sampai dengan bolakna famek/kali ibo diambil dari nama dua suku besar yang ada wilayah ini yaitu suku yali dan suku mek sehingga dari kedua nama tersebut dijadikan nama kabupaten Yalimek.
Sedangkan, letak ibu kota kabupaten yalimek adalah lolin, karena daerah ini merupakan sebauah lembah kecil yang stategis bagi pengembangan sebuah kabupaten. Lolin adalah sebuah tempat bersejarah bagi orang yalimek pada masa awal mula orang yali hadir di lembah yali dan di lembah lolin mereka membagi manusia ke timur – ke barat dan ke utara serta selatan akhirnya penuhi seluruh lembah yang ada di pegunungan tengah papua dengan berbagai suku dan marga. Sehingga lembah lolin sebagai pusat ibu kota kabupaten sehingga mengandung nilai hitoris bagi orang yalimek
Kabupaten Yalimek memiliki 16 distrik sesuai peraturan daerah (Perda) nomor 06 tahun 2006 kabupaten yahukimo, pembentukan distrik dan kampung diantaranya adalah : angguruk, panggema, pronggoli, walma, ubahak, heriapini, ubalihi, yahuliambut, kosarek, konno, nipsan, talambo, dirwemna, endomen, puldama, dan nalca.
Dari 216 kampung yang ada di wilayah yalimek, sekitar 150 kampung telah di tetapkan melalui peraturan daerah nomor 06 tahun 2006 kabupaten Yahukimo dengan jumlah penduduk adalah ± 110.000 jiwa dari jumlah orang dewasa yang terdaftar dalam jumlah pemilih sebanyak ±65.000 pemilih.
Seperti diketahui, luas wilayah calon kabupaten Yalimek adalah ± 10.000 km² dari luas wilayah kabupaten yahukimo dan batas yalimo, batas pegunungan bintang dan batas kerom dan jayapura denga luas areal pengemangan kota di sekitar lembah lolin adalah ± 8 km² sebagai luas areal pusat kota calon ibu kota kabupaten Yalimek
Pada waktu itu dia menjabat sebagai ketua DPR yahukimo
ALMARAHUM OTTIS OTNIEL KAMBUE BERSAMA TETE REUTER
ottis kambue merupakan pengurus kabupaten yalimek.namun, waktu dia meninggal akibat keirihan sesama tokoh politik..
Luas wilayah dan kondisi geografis di Papua dan Papua Barat menjadi penyebab utama akses jaringan telepon seluler tidak merata. Stasiun pemancar telepon seluler hanya tersedia di perkotaan atau sekitar ibu kota kabupaten.
Stasiun pemancar atau tower telepon seluler juga umumnya berdiri di destinasi wisata yang sudah populer, seperti Raja Ampat. Stasiun pemancar sulit dijumpai di daerah pedalaman atau wilayah yang jauh dari ibu kota kabupaten.
Peneliti Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto mengatakan walaupun di suatu distrik terdapat tower telepon seluler, bukan berarti mudah mendapatkan akses internet. “Karena itu hanya tower telepon 2G saja,” kata Hari Suroto kepada Tempo, Selasa 7 September 2021.
Contohnya di Distrik Kokas, Kabupaten Fakfak, jaringan 2G ada, tetapi tiada akses internet. Di wilayah Papua dan Papua Barat, internet atau jaringan telepon seluler 4G hanya tersedia di perkotaan dan ibu kota kabupaten.
Kendati tiada tower telepon selular di sebagian besar wilayah Papua dan Papua Barat, wisatawan jangan khawatir sama sekali tak terhubung ke dunia luar lewat Internet. Sebab ada cara lain untuk tetap terkoneksi ke internet dan menggunakan berbagai aplikasi berbasis daring, seperti aplikasi pesan instan WhatsApp, email, dan peramban. Caranya, menggunakan layanan internet satelit.
Bangunan
Ditingkat distrik
Hari Suroto mengatakan internet satelit seperti oase di pedalaman Papua. Teknologi ini sangat membantu penduduk pedalaman dalam berkomunikasi. “Internet satelit biasanya disewakan per jam dengan membeli voucher,” kata Hari Suroto yang juga dosen arkeologi Universitas Cenderawasih.
Tarif akses internet satelit Rp 15 ribu per jam. Jika membayar Rp 50 ribu bisa memanfaatkan koneksi internet sepuasnya selama empat jam. Layanan internet satelit salah satunya digunakan di Distrik Okbibab, Pegunungan Bintang, Papua.
Distrik ini dikenal sebagai penghasil kopi arabika terbaik di Papua. Akses transportasi menuju Distrik Okbibab hanya dapat dilakukan dengan pesawat kecil. Tiada jaringan telepon seluler di sana. Namun internet satelit memungkinkan para petani terhubung dengan pembeli kopi di Jayapura dan daerah lain. Mereka umumnya berkomunikasi dengan WhatsApp atau Messenger.
Contoh lain di Kampung Goras, Distrik Mbahamdandara, Kabupaten Fakfak, Papua Barat. Tiada tower telepon seluler di sana. Masyarakat yang ingin berkomunikasi dengan sambungan seluler 2G harus naik ke atas bukit di tengah hutan. Setelah ada internet satelitr, penduduk Kampung Goras mudah berkomunikasi dengan masyarakat di luar wilayahnya.
Foto wiht anak anak kecil
Dua tantangan dalam memanfaatkan internet satelit adalah cuaca dan sumber energi. “Jika sedang hujan petir, maka internet satelit dipadamkan dulu,” kata Hari Suroto. Pengoperasian internet satelit juga bergantung pada generator listrik.
Di pedalaman Papua, generator listrik hanya bekerja selama enam jam, mulai pukul 18.00 petang sampai 24.00. Kinerja generator listrik tergantung pada ketersediaan bahan bakar. Pada beberapa wilayah, internet satelit menggunakan energi matahari atau solar sel. Namun pasokannya juga tergantung dari ketersediaan sinar matahari. Apabila cuaca mendung, maka energi listrik yang tersimpan sangat sedikit.